Canangkan Alat Deteksi Stunting Pertama d Dunia, Dosen Berprestasi Poltekkes Kemenkes Riau diundang ke Istana Negara

Jakarta, 06 November 2023. Stunting adalah masalah gizi kronis yang terjadi pada anak-anak akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini ditandai dengan pertumbuhan fisik yang terhambat, biasanya terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun. Stunting dapat memiliki dampak jangka panjang pada kesehatan, perkembangan intelektual, dan kualitas hidup anak.

Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius yang di hadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Ini berarti hampir seperlima anak-anak di Indonesia mengalami stunting, yang dapat mengganggu perkembangan fisik dan kognitif mereka. Faktor-faktor penyebab stunting di Indonesia termasuk kekurangan gizi, akses yang terbatas kepada pangan berkualitas, sanitasi yang buruk, dan ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya dan pendapatan.

Menyadari pentingnya mananggulangi masalah ini, Poltekkes Kemenkes Riau sebagai pusat kajian stunting terus berinovasi dan menghasilkan sebuah produk yang dapat membantu menurunkan angka stunting. Dosen berprestasi Poltekkes Kemenkes Riau, Dr. Aslis Wirda Hayati, SP., M.Si kembali mempresentasikan hasil penelitiannya terkait alat deteksi dini malnutrisi pada balita (stunting) dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Sunting di hadapan Staff Khusus Wakil Presiden RI dan jajarannya di Istana Wakil Presiden RI hari senin lalu. Kegiatan ini merupakan follow up dari kunjungan Staff Khusus Wakil Presiden RI ke Poltekkes Kemenkes Riau pada akhir Oktober lalu sekaligus wujud keseriusannya terhadap pengawalan hilirisasi hasil-hasil penelitian di bidang kesehatan Indonesia. Hilirisasi penelitian kesehatan adalah elemen kunci dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, memperbaiki sistem kesehatan, dan memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.

Indonesia, seperti banyak negara lain, akan mendapatkan banyak manfaat dari mengintegrasikan hasil penelitian kesehatan ke dalam praktik klinis dan kebijakan kesehatan. Kurangnya perhatian dan kesempatan serta dukungan dari pemangku kepentingan membuat hasil karya para peneliti-peneliti kurang efektif dalam mencapai visi kemandirian kesehatan Indonesia. Untuk itu, jalan panjang yang berliku menuju tahap hilirisasi produk harus terus mendapat dukungan penuh agar penelitian ini “tidak layu sebelum berkembang”.

Pertemuan ini dihadiri staff khusus wakil presiden, Dr. Ir. Suprayoga Hadi, M.S.P., Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Satwapres/ sekretaris Eksekutif TP2S, Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dr. dr. Budiman Bela, Sp. MK, Kepala Pusat Intelijen Medik – BIN, , Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi BKKBN dan beberapa tamu undangan lainnya.

Dalam pemaparannya, Dr. Aslis Wirda Hayati menyampaikan alat Rapid Diagnostic Test Pyridium Crosslink (RDD Pyd) ini secara garis besar dan disambut positif oleh seluruh undangan yang hadir. Dikutip dari wapresri.go.id, Drs. Sukaryo Teguh antoso, menyatakan bahwa “Jika telah diproduksi massal, alat ini akan sangat membantu petugas di lapangan. Praktis, penggunaan yang mudah, non-invasive adalah kelebihan dari alat ini. Dengan cukup menggunakan sample unrine balita dan hasilnya bisa didapat dalam waktu lima menit. Ini dapat menjadi alat skrining status gizi anak balita, dan kedepannya membantu efektifitas dari intevensi gizi yang dulakukan untuk penurunan stunting”.

Semua pihak sepakat bahwa alat inovatif ini akan menjadi terobosan baru dalam menangani stunting dan angka gizi buruk di Indonesia. Perwakilan dari Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Indonesia, Ir. Sodikin Sadek., M.Kes, juga manyampaikan kabar baik bahwa alat ini sedang dalam proses ijin edar sebagaimana mestinya dan berharap dapat segera selesai sehingga dapt digunakan dan memberi manfaat dalam penanganan anak-anak penderita stunting di Indonesia.